KONTENJATENG.COM – Ratusan suporter meninggal dunia dalam kerusuhan yang terjadi usai laga Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan Malang, Sabtu (1/10/2022) malam.
Meninggalnya ratusan suporter tersebut diduga akibat tembakan gas air mata dari pihak kepolisian yang mengamankan jalannya pertandingan.
Pasalnya, banyak suporter yang mengeluh sesak nafas terkena gas air mata dan terinjak-injak saat berusaha meninggalkan tribun stadion.
Pengamat hukum, Dr. Hendra Wijaya, ST, SH, MH menyampaikan belasungkawa kepada para korban dalam tragedi tersebut. Ia menduga, penyebab banyaknya korban yang meninggal dan luka karena terdapat kesalahan prosedur penggunaan gas air mata.
“Saya menyampaikan belasungkawa atas tragedi di Kanjuruhan. Hemat saya, tragedi tersebut diduga disebabkan oleh penggunaan gas air mata di dalam stadion,” kata Hendra, Senin (3/10/2022).
Hendra yang juga Ketua DPC Ferari Kota Semarang itu menuturkan, berdasarkan aturan FIFA yang tercantum dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations pada pasal 19 poin b disebutkan bahwa sama sekali tidak diperbolehkan mempergunakan senjata api atau gas pengendali massa.
Untuk melindungi para pemain dan offisial serta menjaga ketertiban umum, mungkin diperlukan penempatan steward dan/atau polisi di sekeliling lapangan permainan. Saat melakukannya, pedoman berikut harus dipertimbangkan:
a) Setiap pramugara atau petugas polisi yang ditempatkan di sekitar lapangan permainan kemungkinan besar akan direkam di televisi, dan oleh karena itu perilaku dan penampilan mereka harus memiliki standar tertinggi setiap saat.
b) Tidak ada senjata api atau “gas pengendali massa” yang boleh dibawa atau digunakan.
“Akibat tembakan gas air mata tersebut, banyak suporter yang mengeluh sesak nafas terkena gas air mata dan terinjak-injak saat berusaha meninggalkan tribun stadion. Para suporter tersebut panik dan akhirnya berhamburan,” ujarnya.
Dari regulasi FIFA tersebut, patut diduga adanya kesalahan prosedur penggunaan gas air mata sehingga mengakibatkan kerusuhan dan menewaskan 127 orang. Yang mana, puluhan korban di antaranya meninggal di dalam stadion.
Selain itu, lanjutnya, patut diduga jumlah tiket yang dijual juga melebihi kapasitas stadion sehingga jumlah suporter berlebih. Di samping itu, dari sisi kepolisian juga perlu ditinjau bagaimana standar operasional (SOP) pengamanannya.
“Solus populi suprema lex esto yang artinya keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi. Karena itu, saya memohon kepada Kapolri untuk mengusut tuntas terkait dugaan pelanggaran prosedur tersebut,” pinta Dr. Hendra Wijaya, S.T.,S.H.,M.H. yang juga Founder Law Office di Jalan Erlangga Raya 41B-C, Peleburan, Kota Semarang itu.
Hendra menambahkan, akan memberikan bantuan hukum kepada para korban dan keluarganya guna mendapatkan keadilan atas tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang.
“Jika diminta oleh keluarga korban, saya dan tim siap memberikan pendampingan dan bantuan hukum,” tegasnya.
Seperti diberitakan, kerusuhan suporter terjadi usai pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang.
Kerusuhan tersebut diduga karena ribuan orang dari tribun penonton masuk ke lapangan usai Arema FC dikalahkan Persebaya dikalahkan dengan skor 2-3. Untuk menghalau suporter, polisi menembakkan gas air mata.
Data terakhir, jumlah korban meninggal dalam insiden tersebut mencapai 127 orang dan sekitar 180 orang luka. (*)
Sumber : https://www.kontenjateng.com/semarang/pr-655016380/respon-tragedi-di-kanjuruhan-malang-hendra-wijaya-keselamatan-rakyat-hukum-tertinggi?page=3